Wedi Mbojo Vs Wedi Bojo
Dewasa ini makin menjamur grup-grup whatsapp di smartphone. Ada beberapa grup yang saya ikuti dengan tema grup yang berbeda-beda, ada grup wali murid, grup guru, grup penulis, grup kelas bisnis online, grup dakwah, dan lain-lain.
Namun ada beberapa grup yang selalu ramai dengan diskusi terutama grup yang khusus dihuni oleh para ikhwan. Dan diantara tema diskusi yang paling banyak mendapatkan respon adalah tema tentang Poligami. Entah kenapa tema ini selalu muncul dan selalu ramai jika dibicarakan. Saya pun jadi tertarik membuat artikel ini lantaran tema diskusi Poligami kali ini memunculkan istilah yang menurut saya sangat unik, yaitu "Wedi Mbojo Vs Wedi Bojo"
Istilah tersebut dimunculkan oleh seorang anggota grup yang bisa dibilang anggota senior, (kalau boleh sebut nama, mungkin saya sebutkan saja di sini, supaya para pembaca bisa belajar langsung ke beliau tentang cara pembuatan istilah unik, he...he....)
Kemunculan istilah ini mungkin secara tidak sengaja, dan saya yang membacanya dibuat cengar-cengir sambil memikirkan untuk membuat artikel unik yang berkaitan dengan istilah, "Wedi Mbojo Vs Wedi Bojo", kemudian istilah inipun saya putuskan untuk dijadikan sebagai judul artikel yang sedang saya tulis ini.
Lalu apa hubungannya Poligami dengan istilah ini? Awalnya begini, ada beberapa anggota grup yang mengangkat tema diskusi tentang Poligami, tapi berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, poligami hanya sebatas wacana atau hasrat yang tidak tersalurkan, sehingga pelampiasannya hanya jadi obrolan super hot di grup whatsapp, dan biasanya tidak ada tindak lanjut menuju pelaminan kedua. Seharusnya poligami itu untuk dipraktekan, bukan untuk dibicarakan, apalagi untuk dijadikan bahan candaan.
Mengapa tema poligami di grup-grup whatsapp para ikhwan hampir tidak pernah berlanjut pada proses pelaminan kedua? Alasan yang mungkin agak logis adalah karena adanya tembok besar yang menghalangi niatan poligami para ikhwan. Tembok besar itu bentuknya macam-macam, diantaranya yang akan kita bahas di sini adalah, "Wedi Mbojo dan Wedi Bojo". Itulah asal usul atau latar belakang terbitnya artikel "Wedi Mbojo Vs Wedi Bojo" ini.
Istilah wedi mbojo dan wedi bojo berasal dari kata bahasa Jawa. Wedi mbojo artinya takut menikah, wedi bojo artinya takut istri. Lebih bagus mana antara wedi mbojo dengan wedi bojo? Kedua istilah ini tidak bisa dikatakan bagus, karena dua-duanya mengandung makna negatif. Virus Wedi mbojo atau takut menikah hanya menjangkiti orang-orang yang tidak yakin akan jaminan rezeki dari Allah bagi orang yang menikah.
Alasan ekonomi menjadi salah satu alasan yang diutarakan oleh kaum lelaki untuk tidak berani melangkah menuju poligami. Seakan-akan, alasan tersebut melegitimasi keputusan mereka untuk tidak menikah lagi, padahal keinginan poligami sudah menggebu-gebu dan menjadi bahan diskusi di setiap grup whatsapp khusus para ikhwan.
Supaya lebih yakin, silahkan buka mushaf Al Qur'an surat An-Nur ayat 32 . Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya, "Dan, kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan, Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui."
Allah memiliki berbagai cara yang tak terduga untuk menurunkan rezekinya bagi setiap hamba-Nya. Jadi jangan khawatirkan tentang rezeki, ojo wedi mbojo, jangan takut menikah (lagi). (Wah saya kok malah jadi motivator poligami. Ha...ha...)
Baiklah, kita lanjut pada istilah kedua, "Wedi Bojo", artinya takut istri. Takut istri, sebenarnya melanggar hukum Islam. Seorang suami, ia memiliki kewajiban untuk memimpin rumah tangganya. Suami sebagai pemegang kendali dalam rumah tangga. Hanya saja, banyak kita temukan hal yang sebaliknya. Ada istri yang malah berkuasa di rumah. Sedangkan suami hanya bisa mematuhi apa yang diperintah oleh sang istri.
Sungguh, ini di luar kewajaran. Sebab, dalam Islam diatur bahwa istri harus taat pada suami. Sedangkan suami tidak memiliki kewajiban untuk menaati istri, termasuk larangan istri tentang poligami suaminya.
Kalau memang anda serius untuk berpoligami, maka jangan ada lagi alasan untuk menunda poligami. Jangan beralasan, wedi mbojo atau wedi bojo. Sebaliknya jika tidak serius berpoligami, tak perlu sering ngeshare artikel tema-tema poligami atau malah menjadikan poligami sebagai bahan candaan.
Orang jawa mengatakan, "Nek wani ojo wedi-wedi. Nek wedi ojo wani-wani", artinya, Kalau berani jangan ragu dan takut. Kalau takut, jangan coba-coba......
Namun ada beberapa grup yang selalu ramai dengan diskusi terutama grup yang khusus dihuni oleh para ikhwan. Dan diantara tema diskusi yang paling banyak mendapatkan respon adalah tema tentang Poligami. Entah kenapa tema ini selalu muncul dan selalu ramai jika dibicarakan. Saya pun jadi tertarik membuat artikel ini lantaran tema diskusi Poligami kali ini memunculkan istilah yang menurut saya sangat unik, yaitu "Wedi Mbojo Vs Wedi Bojo"
Istilah tersebut dimunculkan oleh seorang anggota grup yang bisa dibilang anggota senior, (kalau boleh sebut nama, mungkin saya sebutkan saja di sini, supaya para pembaca bisa belajar langsung ke beliau tentang cara pembuatan istilah unik, he...he....)
Kemunculan istilah ini mungkin secara tidak sengaja, dan saya yang membacanya dibuat cengar-cengir sambil memikirkan untuk membuat artikel unik yang berkaitan dengan istilah, "Wedi Mbojo Vs Wedi Bojo", kemudian istilah inipun saya putuskan untuk dijadikan sebagai judul artikel yang sedang saya tulis ini.
Lalu apa hubungannya Poligami dengan istilah ini? Awalnya begini, ada beberapa anggota grup yang mengangkat tema diskusi tentang Poligami, tapi berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, poligami hanya sebatas wacana atau hasrat yang tidak tersalurkan, sehingga pelampiasannya hanya jadi obrolan super hot di grup whatsapp, dan biasanya tidak ada tindak lanjut menuju pelaminan kedua. Seharusnya poligami itu untuk dipraktekan, bukan untuk dibicarakan, apalagi untuk dijadikan bahan candaan.
Mengapa tema poligami di grup-grup whatsapp para ikhwan hampir tidak pernah berlanjut pada proses pelaminan kedua? Alasan yang mungkin agak logis adalah karena adanya tembok besar yang menghalangi niatan poligami para ikhwan. Tembok besar itu bentuknya macam-macam, diantaranya yang akan kita bahas di sini adalah, "Wedi Mbojo dan Wedi Bojo". Itulah asal usul atau latar belakang terbitnya artikel "Wedi Mbojo Vs Wedi Bojo" ini.
Istilah wedi mbojo dan wedi bojo berasal dari kata bahasa Jawa. Wedi mbojo artinya takut menikah, wedi bojo artinya takut istri. Lebih bagus mana antara wedi mbojo dengan wedi bojo? Kedua istilah ini tidak bisa dikatakan bagus, karena dua-duanya mengandung makna negatif. Virus Wedi mbojo atau takut menikah hanya menjangkiti orang-orang yang tidak yakin akan jaminan rezeki dari Allah bagi orang yang menikah.
Alasan ekonomi menjadi salah satu alasan yang diutarakan oleh kaum lelaki untuk tidak berani melangkah menuju poligami. Seakan-akan, alasan tersebut melegitimasi keputusan mereka untuk tidak menikah lagi, padahal keinginan poligami sudah menggebu-gebu dan menjadi bahan diskusi di setiap grup whatsapp khusus para ikhwan.
Supaya lebih yakin, silahkan buka mushaf Al Qur'an surat An-Nur ayat 32 . Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya, "Dan, kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan, Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui."
Allah memiliki berbagai cara yang tak terduga untuk menurunkan rezekinya bagi setiap hamba-Nya. Jadi jangan khawatirkan tentang rezeki, ojo wedi mbojo, jangan takut menikah (lagi). (Wah saya kok malah jadi motivator poligami. Ha...ha...)
Baiklah, kita lanjut pada istilah kedua, "Wedi Bojo", artinya takut istri. Takut istri, sebenarnya melanggar hukum Islam. Seorang suami, ia memiliki kewajiban untuk memimpin rumah tangganya. Suami sebagai pemegang kendali dalam rumah tangga. Hanya saja, banyak kita temukan hal yang sebaliknya. Ada istri yang malah berkuasa di rumah. Sedangkan suami hanya bisa mematuhi apa yang diperintah oleh sang istri.
Sungguh, ini di luar kewajaran. Sebab, dalam Islam diatur bahwa istri harus taat pada suami. Sedangkan suami tidak memiliki kewajiban untuk menaati istri, termasuk larangan istri tentang poligami suaminya.
Kalau memang anda serius untuk berpoligami, maka jangan ada lagi alasan untuk menunda poligami. Jangan beralasan, wedi mbojo atau wedi bojo. Sebaliknya jika tidak serius berpoligami, tak perlu sering ngeshare artikel tema-tema poligami atau malah menjadikan poligami sebagai bahan candaan.
Orang jawa mengatakan, "Nek wani ojo wedi-wedi. Nek wedi ojo wani-wani", artinya, Kalau berani jangan ragu dan takut. Kalau takut, jangan coba-coba......
Post a Comment for "Wedi Mbojo Vs Wedi Bojo"